-->

Anak muda ini terseret ombak hingga ke Jepang selama 46 hari


Gimana rasanya terdampar di tengah lautan selama berbulan-bulan seorang diri di atas rumah rakit? Ini yang dialami Novel Adilang, 19 tahun, asal Wori, Minahasa Utara.

Di pertengahan bulan Juli itu, Aldi, nama panjangnya Aldi Novel Adilang, baru saja selesai menangkap ikan di Pulau Doi, Ternate.

Fyi, sebagian penduduk Minut masih nelayan karena dekat dengan laut. Apalagi banyak orang keturunan Sangihe yg dari sononya terkenal sbg pelaut.

Aldi ini ada di dalam rumah rakit. Di dalamnya sebenarnya sudah ada perlengkapan untuk bertahan hidup, misalnya generator, HT, beras, baju, dan kelengkapan dapur lainnya.

Pagi itu karena adanya angin kencang, tali rakitnya lepas. Rakit Aldi terbawa arus. 
Eh iya, rumah rakit ini biasanya buat tempat istirahat sesudah menangkap ikan. Aldi ini juga tugasnya sebagai penjaga lampu biar nelayan gampang nyari patokan.

Aldi menghubungi temannya lewat HT bilang kalau rakitnya lepas. Beberapa kapal penangkap ikan langsung mencari tapi nggak ketemu. Namanya jg cuma ikut ikutan kalau diajak ke laut jadi pasti nggak bisa baca/tentukan koordinat. Mau ngasih patokan juga bingung karena semua laut.
Ya kalau laut ada papan petunjuk atau perempatan. Ini sejauh mata memandang air gimana ngasih tahu lokasi. Makanya ada yang disebut kapten karena emang bisa baca posisi walau nggak ada kompas atau gps.

Selama berhari-hari hanyut, dilakukan pencaharian tapi hasilnya nihil. Trus si Aldi bukannya nggak mencari pertolongan, tetap berusaha tapi kapal yang melintas nggak menggubris atau nggak kelihatan.
Hari berganti minggu. Tetap dia hanya terombang ambing di tengah lautan. Persediaan makanan sudah mau habis. Jadi biar survive dia mesti makan ikan mentah dan minum air laut. Aldi bahkan harus berjuang selamat dari kejaran ikan buas. The struggle is real.

Masuk minggu ketiga, Aldi melihat sirip ikan hiu yang mengitari rakitnya. Kayak di film kan ya, mitosnya hiu bisa muncul karena merasakan ketakutan gitu.
Selama seharian itu hiu mengitari rakitnya. Setelah hiunya pergi eh nongol ikan raksasa segede gaban tapi cuma nongol separuh badan. ibarat abis lolos dari hiu eh muncul megalodon.

Aldi berusaha menenangkan diri. Banyak doa. Tapi nggak bisa dibawa tidur. Siapa juga bisa tidur di situasi cem begitu ya.
Minggu berganti bulan. Pada hari ke 46 sebuah kapal berbendera Panama lewat. Kapal ini sudah melewati rakit sejauh 1 mil. Melalui HT Aldi berusaha melakukan kontak. Kapten kapal bingung, lah kok ada sinyal kecil di tengah laut.

Kapten kapal kaget pas melihat ada rakit kecil mengapung. Sang kapten langsung menyuruh anak buahnya buat nolongin. Aldi langsung dikasih makan, diganti bajunya baru ditanya-tanyai.

Besok harinya sang kapten berbaik hati menghubungi kedutaan Indonesia terdekat. Setelah koordinasi, mereka diizinkan membawa Aldi berlabuh di Jepang.

Aldi dijemput KJRI Osaka di Tokuyama, prefektur Yamaguchi, Jepang. Izin kepulangan diurusin sama otoritas imigrasi Jepang.

Pemerintah Jepang sangat kooperatif dan bekerja cepat membantu proses kepulangan Aldi ke Indonesia. Bahkan dibantu cek kondisi kesehatan dulu sebelum balik.

Tanggal 8 September, KJRI Osaka mengantar Aldi ke Manado lewat penerbangan dari Tokyo naik Garuda Indonesia.

Aldi dijemput keluarganya dan saat ini sudah kembali ke Wori dengan keadaan sehat.


Tulisan di copas dari akun Natanel Anastasye

NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner