LingkarMadura.com - Menteri Luar Negeri menyatakan selama empat tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pemerintah telah membebaskan 443 WNI dari ancaman hukuman mati.
Beberapa contohnya ialah pembebasan dua WNI, DT dan AHB, tahun lalu yang sebelumnya mendekam lama di penjara wanita, Jeddah, Arab Saudi.
Selama pemerintahan Jokowi, Kementerian Luar Negeri mencatat 51.088 kasus WNI telah diselesaikan, 16.432 WNI dievakuasi dari daerah konflik dan bencana alam, dan 181.942 WNI direpatriasi karena bermasalah.
Keduanya divonis hukuman mati oleh Pengadilan Umum Jeddah pada 12 April 2010 atas dugaan pembunuhan jenazah wanita WNI, AA, di penampungan gelap tempat DT dan AHB pada 2002.
Lebih lanjut Retno menyebut bahwa perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri menjadi salah satu fokus pemerintah.
"Perlindungan WNI menonjol dalam era Jokowi. Pemerintah berupaya menghadirkan negara untuk masyarakat Indonesia termasuk WNI di luar negeri," kata Retno di Gedung III Sekretariat Negara, Kamis (25/10).
Hal ini disampaikan dalam paparan Empat Tahun Kerja Kita Prestasi Bangsa. Menurut Retno, keberhasilan ini dapat dilihat dari data yang ada.
Selain itu, kata Retno, pemerintah juga membebaskan 39 WNI yang disandera, seperti pembebasan dua WNI yang disandera kelompok teroris Abu Sayyaf di Filipina dan enam WNI yang disandera kelompok milisi bersenjata di Benghazi, Libya.
Pemerintah turut mengembalikan sekitar Rp408 miliar nilai hak finansial WNI dalam empat tahun terakhir. Hak pendidikan WNI juga menjadi fokus Jokowi. Hal ini terlihat dari upaya pemerintah bersama negara sahabat seperti Malaysia membentuk pusat kelompok belajar bagi anak-anak WNI di sana.
"Pendampingan kekonsuleran bagi WNI juga sudah tersistem dengan baik. Hak pendidikan untuk anak WNI dengan 263 community learning center," tuturnya.
Sebelumnya BPK menilai kinerja pemerintah belum sepenuhnya efektif dalam hal perlindungan warga negara Indonesia. Hal ini diungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2019.
Salah satu faktor yang kinerja yang disorot adalah ketidakefektifan aturan terkait adalah batas tanggung jawab dan wewenang antar kementerian, lembaga, dan instansi terkait perlindungan TKI di luar negeri.