LingkarMadura.com - Pilpres 2019 tinggal hitungan jari. Sebelum kita membulatkan tekad untuk mencoblos salah satu pasang calon Presiden dan calon wakil Presiden, tentu kita harus secara sadar bisa menentukan pilihan tanpa intervensi pihak manapun.
Kali ini saya akan membuat daftar 10 alasan mengapa sangat keliru bila kita mengambil keputusan memilih Prabowo pada pilpres 17 April mendatang.Pilihan keliru ini akan kita sesali di kemudian hari karena bisa berakibat fatal bagi negeri kita.
Meski karena aturan yang dibuat partai telah membatasi pilihan kita hanya pada dua kandidat presiden dan menghalangi kemungkinan majunya warga terbaik lain di negeri ini sebagai capres, namun sisi positifnya adalah bahwa dua kandidat yang ada sekarang mempunyai latar belakang dan kepribadian yang sangat bertolak belakang dalam hampir semua hal, sehingga memudahkan bagi kita untuk menentukan pilihan. Apa saja kesepuluh alasan penolakan saya itu?
1. Prabowo Tidak Berpengalaman.
Diluar lingkup keamanan yang itu pun penuh kontroversi, Prabowo tidak pernah menunjukkan prestasi yang dapat dirasakan rakyat banyak. Dia adalah mantan jenderal lapangan yang pengalamannya sangat sempit. Hanya sebatas merancang dan memberi komando kepada anak buahnya untuk melaksanakan perintah kemiliteran. Tidak memiliki pengalaman administrasi pemerintahan. Tidak pernah menjadi bupati, walikota, atau gubernur. Tidak menguasai liku-liku birokrat dan tidak pernah jadi anggota eksekutif, legislatif, atau yudikatif. Gaya kepemimpinan komandonya terkesan bertentangan dengan norma manajemen sipil yang lebih menekankan musyawarah.
2. Karir yang Buruk.
Dalam kariernya sebagai perwira TNI, banyak catatan hitamnya. Tidak disiplin, terlibat dalam penghilangan dan penculikan mahasiswa, temperamental dan kejiwaan yang kurang seimbang. Karir militernya berakhir sebagai perwira tinggi yang dipecat dari TNI. Dalam kiprahnya sebagai pengusaha, Prabowo meninggalkan triliunan rupiah utang kepada karyawan dan pihak lain sampai sekarang. Peristiwa genosida di Aceh yang belum sepenuhnya terungkap, dihubungkan dengan kepemimpinannya atas operasi intelijen disana.
3. Dekat dengan Orde Baru
Memilih Prabowo berarti memutar balik jarum sejarah dengan mengembalikan kekuasaan orde baru Suharto yang otoriter dan korup. Rezim neo-orba akan menghidupkan kembali berbagai mafia bisnis seperti Petral dan sejenisnya yang telah diberantas oleh Jokowi. Nepotisme dan perkoncoan akan subur kembali dan birokrat akan dijadikan alat untuk memperkaya keluarga, kelompok, dan diri sendiri.
4. Berpotensi Membungkam HAM
Rezim Prabowo, bila menang, akan sangat tertutup dan dikuatirkan akan terus menerus membohongi rakyat seperti telah ditandakan dengan berbagai penyebaran kebohongan, hoax, fitnah dan lainnya oleh para pendukungnya dalam upaya meraih kekuasaan saat ini. Rezim ini tidak akan ragu melanggar HAM, mengabaikan hukum,menggunakan kekerasan dan memotong hak berbicara dan kebebasan pers.demi melindungi kebohongannya.
5. Eksploitasi Agama dalam Politik.
Meski praktik dan keyakinan agama Prabowo tidak terlalu jelas dan sering menimbulkan pertanyaan, cara-cara kampanyenya telah memanfaatkan sentimen keagamaan yang sangat berbahaya dan beresiko memecah belah umat dan bangsa. Cara ini telah secara konsisten digunakan oleh para pendukungnya pada 2014, pada pilgub DKI, dan sekarang pilpres 2019. Banyak diantara para pendukungnya yang bermaksud menumpang kekuasaannya bila menang, datang dari kelompok Islam fundamentalis, kelompok anti demokrasi dan yang berambisi mendirikan negara khilafah, serta kelompok takfiri yakni kelompok yang mudah mengkafirkan kelompok lain yang dianggap tidak sejalan dengan alirannya.
6. Janji Kampanye yang Tidak Realistis.
Program ekonominya penuh dengan janji-janji populis, menaikkan gaji PNS, menurunkan harga, menghindari impor dan utang negara, dan lain sebagainya, tidak disertai pemikiran matang yang menunjukkan penguasaan dan pemahamannya atas prinsip ekonomi, fiskal, dan moneter. Janji-janji tidak realistis itu akan tinggal sebagai janji belaka dan tidak mungkin dilaksanakan atau bila dipaksakan akan mengakibatkan bahaya runtuhnya sistem pengelolaan ekonomi yang prudent dan jatuhnya negeri ke dalam krisis ekonomi baru.
7. Bersikap Mendua Soal Nasionalisme.
Prabowo memproyeksikan diri sebagai ultra nasionalis, anti asing, padahal dari mulutnya sendiri pernah keluar pernyataan bahwa dirinya adalah produk asing dan berkiblat ke Barat. Adiknya Hasyim yang aktif mendukungnya pernah menyampaikan dalam suatu forum di Amerika bahwa bila Prabowo terpilih akan membuka negeri ini selebar lebarnya buat Amerika dan kawan kawan. Sikap dan sifat hipokrit ini bagi mereka adalah bagian dari permainan politik amoral yang dianggap lumrah untuk merebut kekuasaan.
8. Kampanye Teror.
Prabowo adalah capres pertama di negeri ini yang menggunakan taktik menyebar pesimisme dan ketakutan kepada rakyat banyak antara lain atas dasar sebuah buku fiksional. Menyatakan bahwa dirinya harus menang sebab bila kalah negeri ini akan runtuh dalam waktu yang tidak terlalu lama. Menyatakan dirinya sebagai satu-satunya yang bisa menyelamatkan negeri ini dari keruntuhan. Pendukungnya menebar kebohongan adanya invasi puluhan juta tenaga asing yang merampas kesempatan kerja bagi warga negara.
9. Dikelilingi Ahli yang Tak Berintegritas.
Di antara tim “ahli” yang mengelilinginya, sejauh ini tidak tampak ada tokoh-tokoh yang berintegritas dan diakui serta dapat diandalkan keahliannya untuk membantu sang presiden sebagai bagian dari pemerintahnya bila terpilih. Dalam timnya yang senior, justru terdapat beberapa yang tidak konsisten pendiriannya, berkhianat terhadap cita-cita reformasi, dan bahkan ada yang tadinya menuntut agar Prabowo dimahmilubkan tetapi sekarang mendukungnya dengan fanatik.
10. Kehidupan Personal.
Kehidupan berkeluarga seseorang sering dan pantas dipakai sebagai salah satu ukuran kemampuan memimpin dan memberi pengayoman dan pendidikan kepada yang lain. Ketenangan batin yang diperlukan untuk menjalankan tugas sehari-hari dimulai dari keharmonisan dan kedamaian dalam berkeluarga. Kontras dan beda dengan capres lawannya, kehidupan kekeluargaan Prabowo terkesan tidak harmonis dan tidak bisa dijadikan teladan. Bila Prabowo terpilih, untuk pertama kali negeri akan tanpa ibu negara.
Kebiasaan sehari-hari yang elitis dengan pagar-pagar tinggi yang mengelilingi kediamannya, mencerminkan terpisah dan jauhnya kehidupn sehari-harinya dari kehidupan rakyat biasa dan karenanya tercerabut dari dan tidak peka terhadap kebutuhan rakyat kecil.
Semoga Yang Maha Kuasa menganugerahi bimbingan dan hidayahNya kepada kita semua agar mampu menentukan pilihan yang tepat dalam pemilu presiden mendatang, dan semoga Allah melindungi bangsa ini. Amiin.
Penulis: Abdillah Toha. Pengusaha, mantan politisi, pemerhati politik, ekonomi, sosial, dan keagamaan. Pendiri dan Komisaris Utama Grup Mizan.